Dulu saat diwawancarai, mengapa ingin menjadi dosen? Saya Jawab, "ingin mengabdi ke daerah, membangun daerah". Kenapa di UPP? "Karena daerah disana adalah daerah pengembangan. Saya tertantang mengabdi disana" Jawaban ini mengalir begitu saja, bukan karena ketidaksengajaan, tapi ada dorongan yang mengkristal sebelum pertanyaan itu benar2,ditujukan kepada saya. Entah sejak kapan.
Setelah wawancara via telfon waktu itu, saya diterima di sini. Bahkan diminta langsung mengajar. Jujur saja, belum banyak info yg saya cari tentang kedosenan. Apalah itu NIDN, kopertis, tahapan menjadi dosen tetap, dan segala hal2 tentang administrasi kedosenan. Tapi yang bulat waktu itu adalah, "ingin jadi dosen AGB di UPP". Maklum, saya sebelumnya lebih hectic untuk memikirkan bagaimana menuntaskan amanah magister dan Forumwacana. Tawaran menjadi dosen di UPP sangat cepat seperti kilat datangnya, selang beberapa hari saya dinyatakan 'lulus bersyarat' (read : sidang tesis). Belum sempat menikmati waktu jeda padahal, masih hectic sama revisi dan pengajuan skl. Ya, tetap saja saya tak ingin kehilangan kesempatan, saya coba masukkan berkas. Awalnya info yg beredar adalah lowongan dosen di UNRI bukan UPP. "Peluang bagus nih, univ negeri, lebih deket rumah lagi, coba aja dulu", pikir saya begitu. Setelah mencari tau lebih jauh, barulah saya tau ternyata bukan di unri,tapi UPP. Yaa.. Cocok lah. Meskipun UNRI lebih bergengsi, tetap saja UPP yang terbesit lebih dulu untuk dimasuki.
Hm, sadar banget tuh, langsung gumam gini. Bener ya, kita itu kalau minta sesuatu spesifik sama Allah, insyaAllah lebih deket kekabulnya. Ustadz YM sering menjelaskan ini dengan contoh harta. Begini contohnya "Anda pengen rumah? liatin aja rumahnya, doain setiap hari, insyaAllah dapet tu rumah, kuncinya yakin! "
Ya begitulah.
Nah, selanjutnya di mintalah saya untuk datang ke kampus. Harusnya ini agendanya wawancara langsung. Tapi kaget juga, sesampainya disana langsung diberi meja kerja, atk, dan dijelaskan mata kuliah yang diampu.
Hm, kagetnya tak cuma sampai disitu sebenernya. Melihat kondisi lingkungan yang jauh berbeda juga mengagetkan saya. Fakultasnya berada di tengah-kebun sawit san semak belukar.Mahasiswanya lebih banyak laki-lakinya. Hm.. Yah,bagi saya itu serem. Langsung2 aja doa minta ikhwan minta ikhwan. Haha
Meskipun kondisinya begitu, tapi sih tak goyah. Tetep optimis dan mantap dihati. Waktu itu ke kampus di temani umi. Umi juga sepanjang jalan mengelilingi kampus, memberikan wejangan. Memberikan support, motivasi, dan semangat.
"jadilah orang yang paling banyak membawa manfaat, jadilah orang yang berperan untuk kemajuan. Orang hebat yang ditempatkan dilingkungan serba kondusif belum tentu bisa memberikan manfaat lebih banyak, karena lingkungannya sudah hebat. Rekan2nya hebat. Tapi, orang biasa yang memiliki semangat untuk memberi, ditempatkan dilingkungan yg tidak kondusif, akan lebih banyak eksplorasi, banyak hal-hal baru yang bisa dikembangkan, akan lebih tertantang untuk berkarya
ummi yakin, keadaan disini sulit untuk oni, tapi jadikan kesulitan-kesulitan itu sebagai tantangan. Kuncinya oni harus sabar.
Bukan disini tempatnya mencari gaji besar, Nak. Ummi lihat, sepertinya kondisi keuangan disini belum stabil. Disini tempatnya mengabdi, ni.
Mendidik mahasiswa disini mungkin akan lebih payah, karena sedikit didukung oleh sarana. Jangan samakan dengan oni kuliah dulu, mungkin akan banyak perbedaan dalam pola pikir dan wawasan. Jadikan mahasiswa teman, sahabat, rangkul mereka"
"iya mi, insyaAllah" mengangguk angguk saja.
Dalam hati "alhamdulillah emak.. ❤❤❤"
Bersambung...
#bacalagikalaugasemangatngajar #luruskanniat #dosen #AADD
0 komentar:
Posting Komentar
menerima kritik, saran, dan pertanyaan