Mendorong Peran Pemerintah dan Stakeholder Terkait dalam Membangun Kemitraan yang Adil dengan Petani

by 04.32 0 komentar

Mendorong Peran Pemerintah dan Stakeholder Terkait dalam Membangun Kemitraan yang Adil dengan Petani
Pertanian sangat diharapkan dapat menampung angkatan kerja yang kian bertambah setiap tahunnya sebab hingga kini pertanian masih menjadi penyerap tenagakerja tertinggi di Indonesia. Pertanian diharapkan  mampu meningkatkan penghasilan petani dan masyarakat secara merata,  sehingga petani harus didukung dan didorong oleh berbagai pihak agar tetap dapat menjalankan roda perekonomian. Salah satunya adalah dukungan dan dorongan peran-peran yang bekerjasama dengan petani dalam hal kemitraan. Kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk merauk keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan (Hafsah, 2000). Sedangkan berdasarkan SK Mentan No. 940/Kpts/OT.210/10/1997 tentang Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian, menyebutkan bahwa kemitraan usaha pertanian adalah kerjasama usaha antara perusahaan mitra dan kelompok mitra dibidang usaha pertanian. Adapun tujuan yang ingin dicapai kemitraan  adalah :
1. Meningkatkan pendapatan usaha kecil dan masyarakat;
2. Meningkatkan perolehan nilai tambah bagi pelaku kemitraan;
3. Meningkatkan pemerataan dan pemberdayaan masyarakat dan usaha kecil;
4. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi pedesaan, wilayah dan nasional;
5. Meningkatkan ketahanan ekonomi nasional

Dari tujuan-tujuan tersebut, maka prinsip kemitraan dapat didasarkan atas saling memperkuat dan membesarkan. Seperti yang tercantum dalam Ketentuan Umum Pasal 1 ayat (8) Undang-Undang Nomor 9 tahun 1995 tentang kemitraan  menyebutkan sebagai berikut :
“Kerjasama usaha antara usaha kecil dengan usaha menengah atau dengan usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan yang berkelanjutan oleh usaha menengah atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan”.
Namun, benarkah kemitraan pertanian sesuai dengan ketentuan tersebut? Benarkah petani mendapat share yang adil atas kemitraan? keterbatasan modal dan posisi perusahaan pengelola yang lebih kuat baik dari aspek pemilikan modal, manajemen, teknologi dan sumber daya manusia yang cukup tersedia, hal inilah yang menyebabka posisi petani yang sangat lemah jika berhadapan dengan perusahaan pengelola. Salah satu akibat yang dapat ditimbulkan oleh keadaan yang tidak seimbang tersebut adalah adanya pihak yang akan mendominasi terhadap jalannya hubungan kemitraan tersebut. Pihak yang dominan biasanya akan berusaha untuk memaksakan kehendaknya untuk diterima oleh pihak yang lemah. Acap kali petani tidak atau  mendapatkan pembinaan dan pembimbingan bahkan cenderung dijadikan target pasar.
                       
Ketentuan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, menyebutkan :“Hubungan kemitraan dituangkan dalam bentuk perjanjian tertulis yang sekurang-kurangnya mengatur bentuk dan lingkup kegiatan usaha kemitraan, hak dan kewajiban masing-masing pihak, bentuk pembinaan dan pengembangan serta jangka waktu dan penyelesaian perselisihan”. Kemudian permasalahan juga sering timbul dalam perjanjian tertulis ini. Sering kali petani tidak diikut sertakan dalam pembuatan perjanjian. Petani hanya menerima perjanjian yang telah dibuat oleh perusahaan pengelola dan hanya diminta untuk menandatangani perjanjian yang telah dibuat tersebut. Jika memiliki kesempatan untuk mengoreksi, hanya akan sebatas poin perjanjian yang telah dibuat pengelola perusahaan, artinya kesempatan petani untuk membuat poin perjanjian sangat minim. Padahal tertera dalam ketentuan pasal 26 ayat 4 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 berbunyi : “Dalam melakukan hubungan kemitraankedua belah pihak mempunyai kedudukan hukum yang setara”. Tidak ada perbedaan antara pihak yang bermitra, namun karena petani yang tidak mempunyai kekuatan untuk mengutarakan kehendak dan kebebasan dalam menentukan isi perjanjian baku ini yang dimanfaatkan oleh oknum mitra untuk merauk keuntungan sebesar-besarnya tanpa memperhatikan posisi petani. Baik disebabkan karena petani mempunyai kedudukan yang lemah di bidang ekonomi, maupun karena ketidaktahuannya, sehingga petani hanya dapat menerima atau menolak isi perjanjian secara utuh atau keseluruhan.
Pada hakekatnya, adanya ketentuan-ketentuan dalam pasal dan ketetapan tersebut di atas adalah sebagai pengendalian dalam upaya penyalahgunaan posisi dominan dari salah satu pihak. Pemerintahpun telah membuat solusi pemecahan permasalahan kemitraan pertanian yang dituangkan dalam Keputusan Menteri Pertaian No. 940/Kpts/OT.210/10/1997 tentang Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian terutama pada BAB IV pasal 15 yang membahas tentang Pembinaan dan Pengembangan yaitu :
“(1) Untuk pemecahan masalah kemitraan usaha dapat dibentuk Forum Komunikasi Agribisnis yang terdiri atas unsur-unsur aparat Pembina teknis, perusahaan mitra, dan kelompok mitra. (2) Forum Komunikasi Agribisnis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dibentuk pada setiap tingkatan yaitu di tingkat pusat, Propinsi, dan Kabupaten dengan masing-masing sekretariat berada di Bidang Agribisnis, Kantor Wilayah Departemen Pertanian dan Dinas Lingkup Pertanian”
Pada ketetapan ini telah dijelaskan bahwasanya adanya imbauan untuk membentuk Forum Komunikasi Agribisnis sebagai sarana mengkomunikasikan persoalan-persoalan yang timbul dalam kemitraan pertanian. Kemudian pada BAB V pasal 17 dan pasal 18 tentang Pengawasan dan Pendalian, yaitu: (badan agribisnis, jendral lingkup departemen pertanian, balai informasi penyuluhan pertanian)
 “pasal 17 : (1) Pengawasan dan Pengendalaian dalam pelaksanaan kemitraan usaha di Tingkat Pusat ditetapkan sebagai berikut:
a. Badan Agribsnis berfungsi melaksanakan analisis/pengkajian dan perumusan kebijakan
pola kemitraan yang dilakukan melalui kajian, atau menyelenggarakan pilot projek/proyek-proyek percontohan bersama-sama Direktorat Jendral lingkup Departemen Pertanian dan melaksanakan koordinasi monitoring evaluasi kemitraan.
b. Direktorat Jendral Lingkup Departemen Pertanian berfungsi melaksanakan kegiatan identfikasi, inventarisasi, implementasi, bimbingan, monitoring dan evaluasi serta pengawasan kemitraan.
(2) Kegiatan inventarisasi dan identifikasi, program pemberdayaan usaha kelembagaan petani nelayan di daerah dilakukan oleh Balai Informasi Penyuluhan Pertanian, Dinas lingkup Pertanian melalui koordinasi Kantor Wilayah Departemen Pertanian.
Pasal 18: Pemantauan perkembangan kemitraan usaha pertanan di daerah, dlakukan oleh Balai Informasi Penyuluhan Pertanian, Dinas lingkup Pertanian secara periodik yang dikoordinasikan oleh Kepala Kantor Wilayah Departemen Pertanian dan dlaporkan kepada Direktorat Jendral Wilayah lingkup Departemen Pertanian dengan tembusan Badan Agribisnis”
Namun meskipun pembentukan kelembagaan telah dilaksanakan permaslahan dalam kemitraan pertanian masih terjadi. Mungkin banyak hal dan faktor yang harus dibenahi, diantaranya adalah:
1.      Pengawasan dan pembimbingan dari pemerintah terhadap kemitraan agribisnis yang adil dalam pembuatan perjanjian meskipun membuat perjanjian merupakan kebebasan masing-masing pihak, namun perlu ditinjau kembali apakah perjanjian tersebut adil untuk semua pihak serta sesuai dengan undang-undang, keputusan, dan ketetapan yang telah ada atau tidak. Jika tidak, lembaga yang memegang fungsi pengawasan haruslah memberikan peringatan tegas kepada pihak yang melanggar.
2.      Menetapkan hukuman yang tegas dan disiplin terhadap pelanggaran hak kemitraan. Selama ini persoalan pelanggaran terkadang tidak diselesaikan secara adil. Apalagi posisi petani yang lemah dan cenderung menghindari konflik dengan perusahaan mitra. Kemudian ketidakmampuan petani dalam mendapatkan haknya juga dianggap persoalan biasa dan dimaklumi. Jika hal ini dibiarkan, keadilan dan kesejahteraan terhadap petani tidak akan tercapai. Namun hal ini juga menjadi dilema. Banyak kasus kemitraan disebabkan oleh pelanggaran petani terhadap perjanjian disebabkan oleh perjanjian yang kurang berpihak pada petani.
3.      Membangun kesadaran yang tinggi terhadap prinsip kemitraan yang saling membangun dan saling membesarkan. Perusahaan pengelola selaku pihak yang mempunyai kewenangan penuh dalam menentukan isi perjanjian, hendaknya memperhatikan asas-asas hukum baik asas umum dalam perjanjian maupun dalam perjanjian kemitraan pada khususnya.
4.      Memberikan wawasan, pengajaran dan pengetahuan terkait kemitraan pertanian terhadap semua pihak terutama petani oleh penyuluh pertanian. Tidak hanya itu melakukan fungsi pendampingan dalam membantu pengambilan keputusan petani. Memberikan penilaian pertimbangan-pertimbangan yang membantu petani.

Oleh : Monicha Septya Harni
Staff Kajian Strategis dan Advokasi BEM FEM IPB

Annisa Iffah Azzahra

Developer

Cras justo odio, dapibus ac facilisis in, egestas eget quam. Curabitur blandit tempus porttitor. Vivamus sagittis lacus vel augue laoreet rutrum faucibus dolor auctor.

0 komentar:

Posting Komentar

menerima kritik, saran, dan pertanyaan