Yang Ku tau adalah Kalian Mencintaiku, Hadiah dariku menginjak 20

by 16.52 0 komentar


Yang Ku tau adalah Kalian Mencintaiku,
Hadiah dariku menginjak 20
Ummi, kini aku berusia 20 tahun, sejenak ku membayangkan 20 tahun silam ummi tengah berjuang dengan peluh dan darahnya. pasti saat itu ummi tengah mengaduh dan kesakitan. Meski nyawanya hampir melayang, namun kau berjuang untuk melihatku hadir di dunia ini. ya, dunia yang kukenal penuh dengan tipu daya. Ku ingat dulu kecil-kecil ummi bercerita padaku,  akulah salah seorang anak yang  susah dilahirkan dari ke tiga saudaraku. Jika ku memikirkannya, benarlah iya. aku sering membuatnya lelah, aku yang paling sering membuat beban dipundaknya, akulah yang yang sering menguras fikirannya, akulah yang sering mencuri waktunya untuk kepentinganku. Aku tak ingin habis bercerita tentangnya, ingatku sewaktu kecil, ku merengek minta mandi di sungai. Aku sangat penasaran bagaimana rasanya mandi di sungai. Kau begitu keras melarangku, namun ku juga bersikeras untuk tetap ingin. Mungkin saat itu aku belum mengerti bahwa ummi begitu mengkhawatirkanku, karena main di sungai sangat berbahaya. Hingga mungkin ummi bingung bagaimana cara melarangku, ummi masuk kamar dan mengunci pintukamarnya, ummi menangis, akupun ikut menangis.
Aku takut kehilangan momen bersamanya, namun ketika momen itu tiba ku slalu menyia-nyiakan kenangan itu begitu saja. Hilang bersama waktu. yang kulihat hanyalah dirinya yang selalu menggoreskan kenangan indah untukku. ummi, super hero bagiku. Tangisnya begitu terasa pilu melihatku terbaring lemah. Saatku bolak-balik masuk rumah sakit, ku tau ummi begitu teriris. Ku tau kala itu ummi ingin sekali menggantikan posisiku yang tak berdaya. Andai saja saat itu rasa sakit itu dapat dipindahkan, ku tau ummi pasti melakukannya untukku. Ummi tak pernah bosan-bosannya mengingatkanku, makan, minum obat, menanyakan kabar, atau hanya sekedar menanyakan keadaanku dan kegiatanku.Ummi selalu memarahiku ketikaku lalai dari semua itu. Ku tau niatnya yang tak ingin lagi melihatku menderita. Ummi, kau memang yang terindah. Ku dengar lirih suaranya mendoakan aku dan adik-adik, begitu tulus ia memohon kepada Tuhan untuk kami. Berdoa agar kami selalu berada dalam lindunganNya. Yang kurasakan hanyalah begitu indah saat bersamanya. entah kekuatan apa yang ia miliki sehingga ku merasa begitu aman dan nyaman dengannya. Tak pernah kurasakan kegundahan jika ku mendengar suaranya apalagi berada disisnya.
Juga ku membayangkan wajah papa yang cemas saat menanti putri pertamanya, juga resah melihat istri tercintanya kesakitan. Sambil mengucap doa-doa memohon agar Tuhan memberikan pertolongan dan menunjukan kuasanya. Hingga ku hadir di dunia ini, papalah yang pertama kali mengenalkanku pada Tuhan lewat iqomahnya. Papa pasti dengan khusyu’ mengkumandangkannya ditelinga kananku. Dengan tetesan air mata haru, dan penuh harap kelak nanti putrinya akan menjadi wanita hebat dan sholihah juga cerdas.
Mungkin papa tak seperti ayah-ayah lain yang selalu memanjakan putra putrinya. Papa memang terkesan garang dan sangar di mata kami. Makanya kami tak berani untuk bercakap manja padanya. Bercakap-cakappun seadanya, singkat dan seringkali karena ditanya. Kudengar pula, papa telah ditinggal nenek sejak kecil, sejak umur 3 tahun. Jauh dari tangan seorang ibu yang penuh kelembutan. mungkin ini yang menyebabkan papa menjadi terkesan tak pandai memanjakan anak padahal, Papa selalu menuruti apapun yang kami inginkan, selagi itu bermanfaat, itulah tanda papa menyayangi kami. Ummipun mengakuinya. Sayangnya, aku dan adik-adik begitu takut untuk mengungkapkannya. Tak berani. Aku pun menjadi anak yang sering dipelototi papa karena bandel. tak lupa, pernah karena  main-main sungai, papa marah padaku. Papa yang marah sambil membawa sabuk hitamnya hendak diayunkan di kaki mungilku. Aku sungguh sangat ketakutan. Tapi beranjak dewasa, ku tau itu karena papa sangat sayang padaku, begitu mengkhawatirkanku, dan tak ingin hal buruk terjadi padaku.
Dulu sewaktu libur setelah pembagian rapor, papa sering mengajakku ke kota dengan motor astreanya. Ya, hanya berdua. Aku duduk di muka atau duduk dibelakang dengan memegang dua cantelan sabuk dicelananya, aku tak berani memeluk erat tubuhnya dengan tangan mungilku. Aku takut. Kita berkeliling ke matahari (departemen store) dan naik turun eskalator. Papa mengulurkan jari telunjuknya, agar tangan kecilku dapat menggenggam erat tangannya. Papa takut aku hilang ditengah keramaian. Berjalan-jalan. Ya, hanya berjalan-jalan. Karena setiap kali papa menanyakan keinginanku, aku hanya menggeleng dan mengaku tak menginginkan apa-apa. tapi aku bahagia, karena sejuknya suasana mall tidak aku dapatkan di tempat kelahiranku yang agak sedikit jauh dari kota. Setelah letih berkeliling, kami makan mie goreng, martabak mesir dan jus alpukat. Ini menu favorit kami. Tempatnyapun masih ku ingat, bofet slamat. Ini hadiah juara kelasku.
Semakin bertambah usiaku, semakin ku mengenal papa, papa adalah ayah yang sangat penyayang. Bahkan sifat melankolisnya sesekali muncul di handfonku. Ia tak ingin aku dan adik-adik tidak bahagia, ia inginkan pilihan yang terbaik untuk kami putra putrinya. Ia mendidik kami untuk disiplin dalam memenejemen apapun. Semua harus terkelola dengan baik, rapi, teliti  dan hati-hati. Ia memang mudah marah, tapi aku yakin ituadalah wujut cita dan perhatiannya.
Kini usiaku menginjak 20 tahun. Belum banyak yang bisa ku perbuat untuk kalian. Belum banyak yang bisa ku berikan untuk kalian. Belum banyak ku bisa membahagiakan kalian. Namun, angan-angan dan harapan untuk terus membahagiakan kalian terus menyemangatiku. Ya, aku harus lakukan yang terbaik demi Allah yang karenaNya kita bertemu.
Senin, 6 september 1993 --- jumat, 6 september 2013

Annisa Iffah Azzahra

Developer

Cras justo odio, dapibus ac facilisis in, egestas eget quam. Curabitur blandit tempus porttitor. Vivamus sagittis lacus vel augue laoreet rutrum faucibus dolor auctor.

0 komentar:

Posting Komentar

menerima kritik, saran, dan pertanyaan