Yang Ku tau adalah Kalian Mencintaiku,
Hadiah dariku menginjak 20
Hadiah dariku menginjak 20
Ummi,
kini aku berusia 20 tahun, sejenak ku membayangkan 20 tahun silam ummi tengah berjuang
dengan peluh dan darahnya. pasti saat itu ummi tengah mengaduh dan kesakitan.
Meski nyawanya hampir melayang, namun kau berjuang untuk melihatku hadir di
dunia ini. ya, dunia yang kukenal penuh dengan tipu daya. Ku ingat dulu
kecil-kecil ummi bercerita padaku,
akulah salah seorang anak yang
susah dilahirkan dari ke tiga saudaraku. Jika ku memikirkannya, benarlah
iya. aku sering membuatnya lelah, aku yang paling sering membuat beban
dipundaknya, akulah yang yang sering menguras fikirannya, akulah yang sering
mencuri waktunya untuk kepentinganku. Aku tak ingin habis bercerita tentangnya,
ingatku sewaktu kecil, ku merengek minta mandi di sungai. Aku sangat penasaran
bagaimana rasanya mandi di sungai. Kau begitu keras melarangku, namun ku juga
bersikeras untuk tetap ingin. Mungkin saat itu aku belum mengerti bahwa ummi
begitu mengkhawatirkanku, karena main di sungai sangat berbahaya. Hingga
mungkin ummi bingung bagaimana cara melarangku, ummi masuk kamar dan mengunci
pintukamarnya, ummi menangis, akupun ikut menangis.
Aku
takut kehilangan momen bersamanya, namun ketika momen itu tiba ku slalu menyia-nyiakan
kenangan itu begitu saja. Hilang bersama waktu. yang kulihat hanyalah dirinya
yang selalu menggoreskan kenangan indah untukku. ummi, super hero bagiku. Tangisnya begitu terasa pilu melihatku terbaring
lemah. Saatku bolak-balik masuk rumah sakit, ku tau ummi begitu teriris. Ku tau
kala itu ummi ingin sekali menggantikan posisiku yang tak berdaya. Andai saja
saat itu rasa sakit itu dapat dipindahkan, ku tau ummi pasti melakukannya
untukku. Ummi tak pernah bosan-bosannya mengingatkanku, makan, minum obat,
menanyakan kabar, atau hanya sekedar menanyakan keadaanku dan kegiatanku.Ummi
selalu memarahiku ketikaku lalai dari semua itu. Ku tau niatnya yang tak ingin
lagi melihatku menderita. Ummi, kau memang yang terindah. Ku dengar lirih
suaranya mendoakan aku dan adik-adik, begitu tulus ia memohon kepada Tuhan
untuk kami. Berdoa agar kami selalu berada dalam lindunganNya. Yang kurasakan
hanyalah begitu indah saat bersamanya. entah kekuatan apa yang ia miliki
sehingga ku merasa begitu aman dan nyaman dengannya. Tak pernah kurasakan
kegundahan jika ku mendengar suaranya apalagi berada disisnya.
Juga
ku membayangkan wajah papa yang cemas saat menanti putri pertamanya, juga resah
melihat istri tercintanya kesakitan. Sambil mengucap doa-doa memohon agar Tuhan
memberikan pertolongan dan menunjukan kuasanya. Hingga ku hadir di dunia ini, papalah
yang pertama kali mengenalkanku pada Tuhan lewat iqomahnya. Papa pasti dengan
khusyu’ mengkumandangkannya ditelinga kananku. Dengan tetesan air mata haru,
dan penuh harap kelak nanti putrinya akan menjadi wanita hebat dan sholihah
juga cerdas.
Mungkin
papa tak seperti ayah-ayah lain yang selalu memanjakan putra putrinya. Papa
memang terkesan garang dan sangar di mata kami. Makanya kami tak berani untuk
bercakap manja padanya. Bercakap-cakappun seadanya, singkat dan seringkali
karena ditanya. Kudengar pula, papa telah ditinggal nenek sejak kecil, sejak
umur 3 tahun. Jauh dari tangan seorang ibu yang penuh kelembutan. mungkin ini
yang menyebabkan papa menjadi terkesan tak pandai memanjakan anak padahal, Papa
selalu menuruti apapun yang kami inginkan, selagi itu bermanfaat, itulah tanda
papa menyayangi kami. Ummipun mengakuinya. Sayangnya, aku dan adik-adik begitu
takut untuk mengungkapkannya. Tak berani. Aku pun menjadi anak yang sering
dipelototi papa karena bandel. tak lupa, pernah karena main-main sungai, papa marah padaku. Papa
yang marah sambil membawa sabuk hitamnya hendak diayunkan di kaki mungilku. Aku
sungguh sangat ketakutan. Tapi beranjak dewasa, ku tau itu karena papa sangat
sayang padaku, begitu mengkhawatirkanku, dan tak ingin hal buruk terjadi
padaku.
Dulu
sewaktu libur setelah pembagian rapor, papa sering mengajakku ke kota dengan
motor astreanya. Ya, hanya berdua. Aku duduk di muka atau duduk dibelakang
dengan memegang dua cantelan sabuk dicelananya, aku tak berani memeluk erat
tubuhnya dengan tangan mungilku. Aku takut. Kita berkeliling ke matahari
(departemen store) dan naik turun eskalator. Papa mengulurkan jari telunjuknya,
agar tangan kecilku dapat menggenggam erat tangannya. Papa takut aku hilang
ditengah keramaian. Berjalan-jalan. Ya, hanya berjalan-jalan. Karena setiap
kali papa menanyakan keinginanku, aku hanya menggeleng dan mengaku tak
menginginkan apa-apa. tapi aku bahagia, karena sejuknya suasana mall tidak aku
dapatkan di tempat kelahiranku yang agak sedikit jauh dari kota. Setelah letih
berkeliling, kami makan mie goreng, martabak mesir dan jus alpukat. Ini menu
favorit kami. Tempatnyapun masih ku ingat, bofet slamat. Ini hadiah juara
kelasku.
Semakin
bertambah usiaku, semakin ku mengenal papa, papa adalah ayah yang sangat
penyayang. Bahkan sifat melankolisnya sesekali muncul di handfonku. Ia tak
ingin aku dan adik-adik tidak bahagia, ia inginkan pilihan yang terbaik untuk
kami putra putrinya. Ia mendidik kami untuk disiplin dalam memenejemen apapun.
Semua harus terkelola dengan baik, rapi, teliti
dan hati-hati. Ia memang mudah marah, tapi aku yakin ituadalah wujut
cita dan perhatiannya.
Kini
usiaku menginjak 20 tahun. Belum banyak yang bisa ku perbuat untuk kalian.
Belum banyak yang bisa ku berikan untuk kalian. Belum banyak ku bisa
membahagiakan kalian. Namun, angan-angan dan harapan untuk terus membahagiakan
kalian terus menyemangatiku. Ya, aku harus lakukan yang terbaik demi Allah yang
karenaNya kita bertemu.
Senin, 6 september 1993
--- jumat, 6 september 2013
0 komentar:
Posting Komentar
menerima kritik, saran, dan pertanyaan